Jumat, 29 April 2011

full skripsi

BAB I

PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang Masalah
Pemanfaatan teknologi komunikasi, media, dan komunikasi telah mengubah baik perilaku masyarakat maupun peradaban manusia secara global. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah pula menyebabkan hubungan dunia menjadi tanpa batas dan menyebabkan perubahan sosial, ekonomi, dan budaya secara signifikan berlangsung demikian cepat. Teknologi informasi mempunyai dua sisi yang berbeda selain memberikan kontribusi bagi peningkatan kesejahteraan, kemajuan, dan peradaban manusia, sekaligus menjadi sarana efektif perbuatan melawan hukum.
Teknologi komputer dan internet pada dasarnya bertujuan untuk memberikan kemudahan bagi manusia dalam melakukan berbagai kegiatan dengan tingkat efektifitas yang tinggi. Penggunaan teknologi ini telah merubah perdagangan yang sifatnya langsung bertemu muka antara penjual dan pembeli (face to face direct selling) menjadi suatu transaksi secara elektronik yang terjadi dalam dunia maya (http://www.lppm.unair.ac.id).
 Seiring dengan perkembangan zaman fungsi internet semakin berkembang, melalui internet kita dapat memperoleh informasi teraktual, melakukan jual beli secara online dan internetpun sekarang sudah menjadi sarana promosi yang efektif dan efisien bagi perusahaan-perusahaan dalam melakukan kegiatan promosi dan distribusi barang dan/atau jasa yang dilakukan melalui situs atau website milik perusahaan-perusahaan yang telah memiliki merek yang terkenal di masyarakat lebih memilih menggunakan merek tersebut sebagai nama domainya. Keterkenalan sebuah merek di masyarakat inilah yang menjadi tujuan dari sebagian orang untuk mendaftarkan terlebih dahulu nama domain dengan menggunakan merek yang telah terkenal, walaupun dia bukan atau tidak terkait dengan perusahaan yang memproduksi merek tersebut ( http://www.lppm.unair.ac.id.)
Berkembangnya kormesialisasi internet lebih memfokuskan perhatian pada domain name hampir semua perusahaan sekarang sangat gencar melakukan bisnis melalui online internet dan mencari second level domain name yang aman pada TLDS yang tepat dimana mereka dapat memasang nama mereka di cyberspace. Domain name dalam format .com, .net, .org, dan masih banyak lagi digunakan untuk keperluan komersil.
Pengertian ini memberikan pemahaman bahwa domain name adalah nama-nama yang mudah diingat dan familiar untuk internet (contoh: www.). Sistem domain name merupakan upaya menerjemakan nama-nama internet dari angka IP untuk di transmisikan melalui jaringan komputer.
Awalmya domain name dikembangkan semata-mata sebagai alamat dalam internet yang menunjukan lokasi suatu website. Sebagai konsekuensi dari komersialisasi dalam internet keberadaan domain name menjadi kian penting. Domain name tidak lagi semata-mata sebagai alamat di internet tetapi kemudian juga mempunyai nilai ekonomis. Dengan semakin banyaknya perusahaan yang menyadari potensi internet sebagai medium global, keinginan membuat website sendiri juga meningkat, seperti halnya dalam peningkatan penggunaan internet.
Implementasinya untuk mendapatkan domain name seseorang hendaknya melakukan pendaftaran ke lembaga-lembaga yang telah ditentukan. Prinsip yang dianut dalam pendaftaran domain name adalah first come firs server principle. Artinya yang pertama mendaftar, maka dialah yang diamggap memiliki domain name tersebut. Pendaftaran dapat dilakukan secara online, dengan adanya sistem pendaftaran ini, ternyata mendorong sejumlah pihak untuk memanfaatkan domain name ini untuk tujuan yang tidak dapat   dibenarkan secara hukum. Bahkan menurut data yang diperoleh WIPO kasus-kasus domain name telah berkembang sedemikian rupa dengan berbagai macam variasinya. Salah satunya, kini muncul satu jenis pelanggaran hukum baru dalam pemanfaatan domain name ini. Pelanggaran hukum tersebut dikenal dengan istilah cybersquetting adalah pihak yang mendaftarkan domain name dengan menggunakan nama suatu organisasi/tokoh/merek terkenal untuk kemudian dijual kembali dengan harga tinggi (Riswandi, 2006:113).
Ketika suatu nama domain didaftarkan dengan menggunakan suatu merek, maka fungsi merek sebagai pengidentifikasi produk, barang dan /atau jasa yang digunakan dalam kegiatan perdagangan seakan berpindah pada nama domain. Jika pendaftaran nama domain dengan menggunakan merek dilakukan diluar sepengetahuan pemilik merek yang sah, dan dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan secara tidak etis atas pemanfaatan yang melakat pada merek yang direfleksikan pada nama domai tersebut, jelas praktek ini adalah suatu tindak pelanggaran pendaftaran nama domain dengan menggunakan merek sevara tidak berhak (jurnal hukum bisnis Vol.24 No.1.2005,hal69).
Nama domain memiliki keterkaitan yang sangat erat dengan merek, tetapi perlu ditegaskan bahwa nama domain tidak identik dengan merek karena meskipun keduanya sama-sama merupakan jati diri suatu produk barang atau jasa, atau suatu nama perusahaan atau badan hukum lainnya, tetapi memiliki sistem dan syarat-syarat pendaftaran serta pengakuan eksistensi yang berbeda (Ramli, RUU Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Urgensi Regulasi Cyber Law di Indonesia, Makalah Pelatihan IT dan ICT Kementrian Komunikasi dan Informasi, Makasar, 19 Desember 2002,hlm 1).
Sistem nama domain dirancang untuk memenuhi kebutuhan praktik, sistem dirancang agar suatu host atau server lebih mudah diingat sehingga dibuat dalam bentuk deretan huruf bukan merupakan deretan angka-angka yang lebih mudah diingat. Dalam sistem ini DNA server akan menerjemakan nama domain ke dalam kode angka dan sebaliknya untuk kepentingan ini maka institusi pengelola internet global berperan sangat penting. Apabila terdapat perpindahan server kelokasi jaringan lain yang berakibat perubahan alamat IP maka administrator sistem cukup mengubah relasi antara nama domain dengan alamat IP pada server DNS, tanpa perlu melibatkan dan diketahui oleh user (Ramli, 2004:17).
Nama domain sebagai unsur penting dalam internet merupakan alamat dan jati diri seseorang, perkumpulan, organisasi, atau badan usaha, yang dapat dilakukan untuk berkomunikasi melalui internet, yang berupa kode atau susunan karakter yang bersifat unik dan menunjukan lokasi tertentu dalam internet (pasal 23 RUU ITE Versi 20 agustus 2004). Secara teknis domain adalah konversi dari alamat IP (internet protocol) yang merupakan alamat (dalam angka) suatu host, server atau komputer yang terhubung pada jaringan internet yang dikelola oleh institusi yang memiliki jaringan global (Ramli, 2004:18).
Sengketa nama domain yang merupakan merek suatu barang atau jasa ini menjadi masalah yang penting mengingat kerugian bagi pemilik nama merek yang ternyata digunakan nama domain dan timbul kesesatan pada konsumen (user) saat browsing nama domain palsu. Pemakaian dan “plesetan” nama domain secara tanpa hak sama sekali tidak mengurangi hak-hak pemilik merek asli untuk dilindungi sebagai pemilik merek yang sebenarnya, dan pihak yang menggunakan nama domain dengan merek tertentu itu juga sama sekali tidak memiliki hak atas merek terdaftar tersebut (Ramli,2004:19).
Berdasarkan permasalahan tersebut, penulis tertarik untuk mengangkat masalh ini dalam bentuk karya ilmiah atau skripsi dengan judul :

PERLINDUNGAN HUKUM ATAS PENGGUNAAN MEREK DAGANG DALAM NAMA DOMAIN INTERNET”.

B.       Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, maka yang akan diteliti dan dibahas dalam skipsi ini adalah :
1.      Apakah nama domain internet dapat dikatagorikan sebagai sebuah merek.?
2.      Bagaimana perlindungan hukum atas penggunaan merek dagang dalam nama domain internet ?

C.      Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui :
1.      Untuk mengetahui dapat tidaknya nama domein internet dapat dikatagorikan sebagai sebuah merek
2.      Untuk mengetahui perlindungan hukum atas penggunaan merek dagang dalam nama domin internet

D.      Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan membarikan manfaat, diantaranya sebagai berikut :
1.      Manfaat praktis
a)    Penulis lebih memahami tentang penggunaan merek dagang dalam nama domain internet.
b)   Penulis dan pembaca dapat membedakan bahwa nama domain bukanlah suatu merek dagang.
2.      Manfaat teoritis
     Adapun manfaat teoritisnya adalah :
a)    Sebagai sumbangangan pemikiran dan teori untuk dikaji bagi mahasiswa Fakultas Hukum serta sebagai masukan dalam pengembangan ilmu hukum khususnya mengenai merek dalam nama domain internet dan ilmu penhetahuan pada umunya.
b)   Memberikan tambahan wawasan ilmu pengetahuan kepada masyarakat, khususnya mengenai penggunaan merek dagang secara melawan hukum dalam nama domain internet
c)    Menambah wawasan berfikir dan pengetahuan penulis khususnya mengenai penggunaan merek dagang secara melawan hukum dalam nama domain internet. serta sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi dan mendapat gelar sarjana hukum pada Fakultas Hukum Universitas Widya Mataram Yogyakarta.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.                Tinjauan Umum Tentang Merek
1.       Pengrtian Merek
Menurut molengraaf (Djumhana 1997:145), merek ialah dengan nama “dipribadikanlah” sebuah barang untuk menunjukan asal dan jaminan kualitasnya, sehingga bisa dibandingkan dengan barang-barang sejenis yang dibuat, dan diperdangangkan oleh orang atau perusaan lain, secara atimologis, merek berasal dari istilah trade mark (inggris) yang dalam Black’s law Dictionari diartikan sebagaai :
A word phrase, logo or other graphic symbol used by a manufacturer or seller  to distiguis is product from those of ordhers. (suatu kata, susunan kata, lambang atau gambar yang digunakan oleh pabrik atau penjual untuk membedakan produk mereka dengan produk lainya)
Menurut pasal I angka I undang undang merek, merek ialah tanda yang berupa gambar, nama, kata huruf-huruf, angka-angka,susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya membeda, dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang dan/atau jasa. terdiri dari merek dagang, merek jasa, dan kombinasi antara keduanya ( merek kolektif )
2.       Fungsi merek
Melihat dari pengertian merek dan objek dan dilindunginya, merek digunakan untek menbedakan barang dan produksi suatu perusahaan lain yang sejenis, merek mempunyai fungsi untuk memhubngkan barang dan/atau jasa dengan produsernya, sehimgga dapat menggambarkan jaminan kepribadian, dan reputasi barang dan/atau jasa tersebut waktu diperdagangkan.
Menurut call (djumhana, 1997:160) fungsi merek terdiri dari empat tingkatan fungsionalitas yang berbeda yaitu :
a.       As an indication of origin or ownership (sebagai suatu indikasi keaslian dan kepemilikan).merek digunakan untuk membedakan barang atau produksi suatu perusahaan dengann barang atau jasa produksi perusahaan lain yang sejenis.
b.      As an guarantee of consancy of the quality or other characteristics of a pruduct or service (sebagai jaminan atas konsistensi mutu atau karakteristik lain dsri suatu produk barang atau jasa).  Merek merupakan tanda pengenal dari suatu produk barang atau jasa untuk menggambarkan jaminan nilai dan kualisas pruduk barang atau jasa tersebut, hal ini tiak hanya berguna bagi produsen  pemilik merek tersebut, tetapi juga memberikan perlindungan dan jaminan mutu barang kepada konsumen.
c.       As a medium of advertisement (sebagai sarana iklan). Merek berfungsi sebagai sarana promosi dan reklame bagi produsen-produsen atau pengusaha-pengusaha yang memperdagangkan barang atau jasa yang bersangkutan, merek juga seringkali adalah satu-satunya cara untuk menciptakan dan mempertahankan good will (nama baik) dimata konsumen.
d.      Bently dan sherman (djumhana 1997:160) memperjelas tiga tingkatan fungsionalitas merek menurut callman, melalui tinjauan tentang perkembangan eksistensi merek dalam sejarah perdagangan :
a.      Proprietary marks/ prosossery marks ( sebagai tanda pemilikan atas suatu barang ). Sejarah perdagangan menunjukkan bahwa merek semula digunakan dalam praktek menandai ternak dengan tanda khusus, ataupun praktek penandaan barangyang akan dikirim melalui jalur transportasi laut, untuk memudahkan ientifikasi ketika terjadi kecelakaan.
b.      Indicator of origins ( sebagai penunjuk keaslian barang ). Pada abad pertengahan di Eropa, merek digunakan secara berbeda dalam struktur guild ( organisasi perdagangan yang memiliki kendali untuk menentukan pihak – pihak yang boleh menghasilkan barang atau menyediakan jasa tertentu ). Untuk dapat jaminan bahwa barang berada dalam mutu yang memuaskan, guild mensyaratkan para anggotanya untuk indetifying mark  ( merek pengenal) terhadap barang yang dihasilkannya, agar mampu mengidentifikasi sumber barang yang tidak memuaskan.
c.       Indicator of quality ( sebagai penunjuk mutu barang ). Dengan bertumbuhnya kegiatan perdagangan dan revolusi industri di Eropa, terlebih dengan pertumbuhan media masa  dan masyarakat yang mengenal tulisan, pedagang mulai mengiklankan produk yang dihasilkannya dengan merujuk pada merek produknya. Sebaliknya, para konsumen mulai mengandalkan merek sebagai indikasi yang benar mengenai sumber barang, dan menggunakan merek sebagai bantuan untuk memutuskan pembelian barang, dan lama kelamaan konsumen mulai menyadari bahwa merek menunjukkan pembuat barang dan mutu barang.
d.      Valuable assets (sebagai kekayaan berharga ). Sekitar awal abad dua puluh, merek tidak hanya merupakan suatu tanda, akan tetapi telah membagkitkan perasaan dari konsumen. Hal ini disebabkan oleh karena meningkatnya kualitas industri periklanan, sehingga merek sudah lebih menjadi alat pemasaran dan berkurangnya sifat sebagai cara untuk mengidentifikasi produk. Dalam kondisi seperti ini, merek merek berubah sifatnya menjadi simbol. Sebagai simbol, merek menerapkan berbagai bentuk makna karena telah digunakan untuk melekatkan atribut tertentu pada suatu barang. Itulah sebabnya menurut beberapa ahli, bahwa pada saat ini merek memiliki fungsi yang baru  yaitu sebagai suatu simbol yang memiliki kaitan dengan the way of life ( citra dan gaya hidup masyarakat modern ).
3.  Elemen – Elemen Merk
Pada dasarnya ada beberapa elemen yang harus ada agar suatu tanda layak dipakai sebagai merek. WIPO menyatakan bahwa elemen yang pertama adalah tanda yang dapat dipakai sebagai merek yang meliputi :
a.      Kata (words)  termasuk nama, nama depan, nama keluarga, nama tengah, nama wilayah, kata – kata yang ditemukan (invented words) dan slogan ;
b.      Huruf dan angka (letters and numerals) meliputi satu atau lebih huruf atau angka atau kombinasi keduanya;
c.       Alat (devices) meliputi gambar, simbol dua atau tiga dimensi yang mewakili kemasan barang;
d.      Warna ( colour) meliputi warna dari huruf, angka,gambar, alat atau kombinasi semuanya;
e.       Tanda tiga dimensi (three dimensional signs) yang meliputi bentuk barang atau bentuk kemasan barang ;
f.        Suara (audible signs)  suara yang dapat dibedakan, dinotasikan atau suara lain;
g.      Bau (olfactory marks) yaitu yang tertentu dan konsumen dapat mengenali bau tersebut.
Elemen yang kedua adalah adanya daya pembeda (capable of distinguish) yaitu tanda yang membedakan barang yang bersangkutan jika diaplikasikan  manakala tanda tersebut dipakai sebagai identitas barang dalam perdagangan. Misalnya kata apple bila digunakan sebagai merek buah apel dalam perdagangan, kata tersebut tidak memiliki daya pembeda.
Akan tetapi bila kata apple dilekatkan sebagai identitas barang yaitu perangkat komputer, maka kata apple memiliki daya pembeda yang tinggi.
Sampai saat ini hanya amerika serikat yang mengakui bau dan suara sebagai elemen yang dapat didaftarkan sebagai merek. Sedangkan aspek kemasan, amerika serikat dan australia mengakui sebagai merek akan tetapi yang berupa bentuk tiga dimensi inggris menolak sedangkan amerika mengakui.
4.     Perlindungan Hak Merek
Setiap saat menurut hukum memiliki titelnya sebagai masing – masing, karena berindikasi pada suatu peristiwa tertentu yang menjadi alasan melekatnya hak tersebut pada pemiliknya. Dalam bidang hukum hak kekayaan intelektual khususnya merek, peristiwa yang menjadi alasan melekatnya hak atas suatu merek adalah kegiatan- kegiatan berhubungan  dengan kreatifitas seseorang, yang didasari kemampuan intektual untuk diterapkan pada suatu produk. Penerapan merek atas suatu produk bertujuan untuk membedakan kualitas, karakter dan ciri khas produk tersebut, sehingga memiliki daya pembeda dengan merek lainnya, dengan demikian, merek dapat memberikan jaminan nilai an kualitas atas suatu produk barang dan/atau jasa (margono, 2005: 5)
Secara umum, terjadinya pelanggaran atas hak merek motivasinya untuk mendapatkan keuntunga secara tidak etis, sehingga dianggap tidak sah menurut hukum, dengan mencoba meniru atau memalsukan merek – merek yang sudah terkenal dimasyarakat. Tindakan–tindakan tersebut mengakibatkan kerugian bagi pihak produsen maupun konsumen, dan secara tidak langsung, negara sebagai penggerak perekonomian masyarakat juga turut dirugikan. Itu sebabnya mengapa setiap aturan hukum perlindungan hak merek. Ketentuan–ketentuan tersebut dapat berupa ketentuan pidana, perdata, administratif, dan tindakan pencegahan lain yang bersifat non-litigatif, dengan demikian tujuan dari perlindungan hak merek bertujuan untuk melindungi pemilikan merek, dan melindungi konsumen terhadap kebingungan menyangkut asal–usul suatu barang atau jasa (djumhana, 1997: 187).
Menurut bently dan sherman (Djumhana, 1997: 167), paling tidak ada tiga argumentasi untuk menjustifikasi mengapa merek harus dilindungi:
a.     Rewaed of investment (imbalan atas investasi). Menurut bently dan sherman, “the most plausible argument to see trade marks, as a reward of investment” ( argumnetasi yang paling masuk akal yaitu melihat merek sebagai suatu imbalan atas investasi ), dan dengan demikian suatu merek pantas untuk dilindungi. Pendapat ini dapat didasarkan atas jurispprudensi hakim U.S suprene court (Mahkamah agung amerika serikat) dalam kasus (Qualitex V.jacobson products 115 s ct. 1300 (1995) yang berbunyi demikian; “merek membantu untuk menjamin seorang produsen bahwa dia (bukan pesaingnya sebagai peniru) yang akan memetik imbalan finansial, dan imbalan yang terkait dengan reputasi, sehubungan dengan produk yang diinginkan dan secara bersamaan melemahkan mereka yang berharap untuk menjual barang yang lebih rendah lewat cara memanfaatkan ketidakmampuan pembeli melakukan evaluasi secara cepat atas barang tertentu”.
b.     Information ( informasi bagi pembeli), dengan adanya perlindungan merek (lewat  pencegahan pemalsuan atau peniruan), maka akan tercipta suatu penghematan biaya belanja dan pembuatan keputusan. Karena merek yng digunakan dalam kepentingan umum dapat dapat meningkatkan pasokan informasi bagi konsumen, dengan demikia dapat meningkatkan efisiensi pasar. Informasi mengenai merek sangat penting dalam kaitannya dengan experience goods (barang – barang yang tidak bisa dinilai oleh konsumen melalui metode pemeriksaan menyeluruh terhadap suatu produk).
c.      Ethica justification (argumentasi etis). Prinsip utama mengenai perlindungan merek menurut argumentasi ini didasari dengan gagasan fairness (keadilan). Gagasan ini diterangkan dengan suatu metafora bahwa sesorang tidak diperkenankan “menuai dari apa yang tidak ditanamnya”. Maksud dari metafora tersebut yaitu, dengan mengadopsi merek orang lain, maka sesorang telah mengambil keuntungan dari nama baik yang dihasilkan oelh pemilik merek yang asli. Argumentasi atis lainnya yang juga untuk melindungi merek yaitu norma moralitas mengenai truth-telling (menyatakan kebenaran), dan core good ( kebaikan yang hakiki). Berdasarkan pendekatan ini, dikatakan bahwa hukum harus memungkinkan orang yang menderita kerugian akibat penipuan untuk menindak pelaku penipuan.
Pasal 3 undang – undang merek menjelaskan bahwa hak atas merek adalah hak ekslusif yang diberikan oleh negara kepada pemilik merek yang terdaftar dalam daftar umum merek untuk jangka waktu tertentu, dengan menggunakan sendiri merek tersebut atau memberikan izin kepada unsur yang terkandungn dalam perlindungan hak merek menurut pasal 3 undang – undang merek antara lain:
a.        Hak atas merek adalah hak ekslusif. hak atas merek memberikan hak khusus atau hak mutlak bagi pemegangnya, dengan demikian hak tersebut dapat dipertahankan terhadap siapapun, dan hak atas merek hanya dapat diberikan pada pihak yang beritikad baik.
b.      Hak atas merek adalah pengaruh pendekatan kebijakan negara (state policy) dari para penganut natural law theories (mazhab hukum kodrat) terhadap perolehan hak atas merek. Menurut pendekatan ini, hak merupakan suatu kebijakan negara untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan seperti peningkatan kreatifitas, perkembangan seni yang memiliki daya guna (kemanfaatan), dan membangun suatu sistem pasar yang tertata bagi buah pikir manusia.
c.       Diberikan pada pemilik merek terdaftar, yang dimaksud dengan pemilik merek terdaftar disini ialah seseorang atau beberapa orang secara bersama–sama atau badan hukum yang diberikan pengakuan oleh negara sebagai pemegang hak atas merek yang sah, lewat prosedur pendaftaran merek yang syarat–syaratnya telah ditentukan menurut aturan hukum yang berlaku (diatur dalam pasal 7-39 Undang–Undang merek). Jadi, pendaftaran atas suatu merek merupakan keharusan bagi pemilik merek, apabila ia menghendaki agar menurut hukum dipandang sah sebagai orang yang berhak atas merek tersebut, sebaliknya, bagi pihka lain yang mencoba akan mempergunakan merek yang sama atas barang atau jasa lainnya yang sejenis, dan bagi pemohon pendaftaran merek yang tidak beritikad baik, akan ditolak permohonan pendaftrannya.
d.      Diberikan perlindungan untuk jangka waktu tertentu. Jangka waktu perlindungan hak merek diberikan untuk jangka waktu tertentu pada merek terdaftar, dan dapat diperpanjang (diatur dalam pasal 35-38 undang – undang merek) atas permintaan pemilik merek tersebut untuk jangka waktu yang sama, dan tidak dapat dilakukan bantahan atas keabsahannya, kecuali merek tersebut melewati atau kurang dari jangka waktu yang telah ditetapkan untuk pengajuan pendaftaran ulang dan merek tersebut sudah tidak digunakan dalam barang dan jasa sebagaimana yang sesuai dengan sertifikat merek terdaftar, atau barang dan jasa yang menggunakan merek tersebut sudah tidak diproduksi dan/atau tidak diperdagangkan lagi (pasal 28 undang – undang merek)
e.       Memberikan izin bagi pihak lain untuk mempergunakan hak tersebut.
Hak atas merek dapat dialihkan haknya kepada pihak lain (perorangan atau badan hukum), dan pengalihan hak tersebut harus mendapatkan pengesahan oleh pihak yang berwenang (negara), sehingga dapat mempunyai kekuatan hukum bagi pihak ketiga (diatur dalam pasal 40-49 Undang–Undang merek). Menurut gautama, pengesahan oleh negara dalam pengalihan hak atas merek sebagai suatu syarat yang mutlak untuk mempunyai kekuatan hukum terhadap pihak ketiga, dan dengan demikian seolah–olah mempunyai kekuatan hukum terhadap pihak ketiga, dan dengan demikian seolah–olah mempunyai kekuatan yang dianggap sama dengan hukum kebendaan. Itulah sebabnya maka hak mereka dapat dialihkan kepada pihak lain baik melalui pewarisan, hibab, wasiat, maupun melalui perjanjian tertulis dan sebab–sebab lain yang dibenarkan oleh Undang–Undang pasal 40 ayat (1) Undang–Undang merek.
Unsur–unsur dalam pasal 3 Undang–Undang merek memperlihatkan bahwa hak merek merupakan hak ekslusif adalah mutlak bagi seseorang, dan pelaksanaan hak merek diterapkan pada suatu produk barang dan/atau jasa yang digunakan dalam kegiatan perdagangan. Hak ini diberikan pengakuan oleh negara melalui kegiatan pendaftaran merek, sehingga hak merek tersebut diakui keabsahannya oleh hukum. Hak merek dapat dialihkan pada pihak ketigamenurut ketentuan hukum yang berlaku, memberikan kewenangan bagi pemiliknya untuk menggunakan hak–hak tersebut, dan merupakan suatu kewajiban bagi pihak lain untuk tidak melanggar hak tersebut agar supaya tidak dianggap melakukan pelanggaran merek.

B.     Tinjauan Umum Tentang Domain Internet
1.      Tinjauan Domain Internet
Pengertian domain internet dalam Undang–Undang ITE pasal 1 (20) yaitu alamat internet penyelenggara negara, orang, badan usaha, dan/atau masyarakat, yang dapat digunakan dalam berkomunikasi melalui internet, yang berupa kode atau susunan karakter yang bersifat unik untuk menunjukkan lokasi tertentu dalam internet. Pengertian nama domain menurut kamus istilah ineternet dalam situs Qwords.com web hosting Indonesia, nama domain adalah alamat dari situs di internet, terdiri dari TLD (top level domain) seperti.com/ net/ org, dll, atau juga CCTLD – SLD country code top level domain – second level domain) seperti .co.id/ .web.id/ .or.id.
Secara sederhana nama domain dapat diartikan sebagai suatu cara yang mengkonversi angka–angka yang sulit diingat menjadi sebuah nama yang mudah diingat untuk mempermudah kita dalam menghafal alamat yang akan kita tuju, misalnya untuk kumpulan angka–angka seperti 234.532.80.69. yang disebut sebagai alamat internet protocol (IP) yang dipergunakan oleh webserver untuk saling mengenali diri pada program internet, maka akan lebih mudah jika pengguna cukup mengingat sebuah nama sebagai pengganti angka tadi untuk menuju suatu alamat dalam internet protocol (IP) (Ramli,2004:9).
2.      Sejarah Sistem Nama Domain
Penggunaan nama domain sebagai pengabstraksi alamta mesin disebuah jaringan komputer yang lebih dikenal oleh manusia mengalahkan TCP/IP, dan kembali ke zaman ARPAnet. Dahulu, setiap komputer dijaringan komputer menggunakan file HOSTS.TXT dari Sri (sekarang SIR international), yang menggunakan memetakan sebuah alamat kesebuah nama (secara teknis, file ini masih ada sebagian sistem operasi modern menggunakannya baik secara baku maupun melalui konfigurasi, dapat melihat hosts file untuk menyamakan sebuah nama host menjadi alamat IP sebelum melakukan pencarian via DNS). Namun, sistem tersebut diatas mewarisi beberapa keterbatasan yang mencolok dari sisi prasyarat, setiap saat sebuah alamat komputer berubah, setiap sistem yang hendak berhubungan dengan komputer tersebut harus melakukan update terhadap file hosts.
Dengan berkembangnya jaringan komputer, membutuhkan sistem yang bisa dikembangkan : sebuah sistem yang bisa mengganti alamta hosts hanya disatu tempat, host lain akan mempelajari perubahan tersebut secara dinamis, yang kemudian hal ini disebut DNS (domain Name system).
Paul mockapetris menemukn DNS ditahun 1983;spesifikasi asli muncul di RFC 882 dan 883. Tahun1987, penerbitan RFC 1034 dan RFC 1035 membuat update terhadap spesifikasi DNS. Hal ini membuat RFC 882 dan 883 tidak berlaku lagi. Beberapa RFC terkini telah memposisikan beberapa tambahan dari protokol  inti DNS (http://www.namadomain.com).
3.      Mekanisme Sistem Nama Domain
Sistem pengamatan atau sistem pencatatan alamat dalam jaringan internet sebenarnya terdiri atas bagian, yaitu:
a.       Alamat internet protokol (IP address) yang dipresentasekan dengan angka–angka ataupun penomoran dalam jaringan (contoh: 200.98.102.23);
b.      Sistem pengalamatan nama domain (domain name sistem atau DNS) atau sistem pencatatan nama domain, yang dipresentasikan dengan huruf atau angka (alphanumeric) agar lebih mudah untuk diingat oleh para pengguna terhadap IP address itu sendiri, secara teknis atau dikenal dengan alamat dengan sistem nemonic.
Domain name mengenal sistem hirarkis, sistem hirarkis sistem dalam domain name adalah top level domain, yang terbagi dalam dua kategori; generic top level domain (gTLDs) dan country code top level domains (ccTDLs). Kedua kategori ini berisi nama – nama yang terbuka dan tertutup (restricted) untuk umum. Secara lengkap disini dapat dikemukakan macam – macam domain name, diantaranya, (riswandi,2006:106):
a.       The generic top-level domain (gTLDs)
Saat ini terdapat 7 gTLDs yakni: .com (untuk kegiatan komersial), .net (penyelenggara jasa internet (PJI) atau internet service prosider/ISP), .org (organisasi nirlaba), .edu (pendidikan dan riset), .gov (pemerintahan), .mil (militer amerika serikat),  dan .int (organisasi internasional). gTLDs ini diklasifikasikan berdasarkan sifatnya.
(1)   Open gTLDs
Tiga diantara 7 gTLDs ini dikategorikan sebagai open gTLDs yaitu .com, .net dan .org. maksudnya tidak ada persyaratan yang harus dipenuhi berkaitan dengan entitas yang hendak mendaftarkannya dan menggunakannya.
(2)   Restricted gTLDs
Empat gTLDs lainnya dikategorikan sebagai restricted gTLDs, dalam pengertian hanya entitas tertentu yang memenuhi syarat, sebagaimana dipresentasekan dan gTLDs  dunia bersangkutan yang dapat mendaftarkannya dan menggunakannya.
b.      Country code top-level domains (ccTLDs)
ccTLDs ini diklasifikasikan berdasarkan Negara, seperti .uk (inggris), .fr(ferancis), .za (afrika selatan), .eg (mesir), atau .id(indonesia), saat ini terdapat 243 ccTLDs diseluruh dunia. Adapun ccTLDs terbagi menjadi dua, yaitu
(1)   Open ccTLDs
ccTLDs dikategorikan terbuka karena tidak ada ketentuan yang membatasi pendaftarannya. Setiap orang atau entitas dapat memanfaatkan penggunaan ccTLDs ini. Contoh dari CCTLDs ini adalah .id (menunjukkan website tersebut ada di Indonesia), .co (mempresentasikan website bersangkutan bergerak dibidang komersial), atau ac (menunjukkan website ini menyediakan informasi mengenai pendidikan).
(2)   ccTLDs dikategorikan bersifat terbatas karena hanya orang atau entitas yang memenuhi kriteria geografis, misalnya berdomisili dinegara dengan kode bersangkutan yang dapat menggunakannya.
Pada dasarnya tidak ada perbedaan fungsi antara gTLDs dengan ccTLDs. Suatu domain name yang terdaftar dalam ccTLDs menyediakan tingkat konektivitas yang sama yang terdaftar dalam gTLDs. Meski kedua TLD ini mempunyai sifat yang terbuka dan terbatas berdasarkan sifatnya masing–masing, tidak ada perbedaan mendasar dalam kemampuan operasionalnya.
Untuk memudahkan pengoperasian nama domain tersebut, secara internasional telah dibuat singkatan generic (Generic Abbreviation) yang menunjukkan jenis kegiatan atau organisasi alamat yang memiliki domain tersebut, misalnya (Riswandi,2006:108)
a.       .com digunakan untuk bisnis dan komersial.
b.      .org digunakan oleh lembaga dan nonprofit.
c.       .mil digunakan oleh militer.
d.      .gov digunakan oleh lembaga nonmiliter.
e.       .edu digunakan oleh kembaga pendidikan.
f.       .net digunakan oleh penyelenggara jaringan.
Sementara pengaturan penamaan situs di Indonesia telah ditentukan sebagai berikut:
a.       .ac.id untuk pendidikan.
b.      .co.id untuk penggunaan komersial.
c.       .or.id untuk organisasi.
d.      .net.id untuk provider internet.
e.       .mil.id untuk militer.
f.       .web.id untuk situs web (situs).
Disetiap negara memiliki lembaga-lembaga pendaftaran nama domain masing-masing, yang dimana secara global memiliki aturan yang sama dalam pendaftaran nama domain. Tetapi pada prakteknya lembaga pendaftaran nama domain di indonesia Indonesian Network Informasion Center (IDNIC) belum bekerja dengan maksimal, karena masih bergantung pada lembaga pendaftaran nama domain di negara maju di eropa. Lembaga pendaftaran domain di Amerika Serikat adalah internic, di Nederland adalah Sticting Internet domain registraitie, sedangkan di Indonesia ditangani oleh Indonesian Network Information Center (IDNIC). Untuk dapat melihat secara lengkap maka dibawah ini skema hirarkis domain name (Riswandi, 2006:110).
                                      
                                           


                                             Tabel I
                      Hirarkis Nama Domain
·      Com = commercial
·      Net= internet
·      Org = organization
·       Aero
·       Biz
·       Coop
·       Info
·       Museum
·       Name
·       pro
       DOMAIN NAME
     The Generic To-Level Domain
The country code top level domains
·      Au = australia
·      Br = brazil
·      Ca = canada
·      Fr = france
·      Jp = japan
·      Za = south africa
·      Int = international
·      Edu = education
·      Gov = government
·      Mil = militery
 















Sumber : riswandi, 2006: 110

Pendaftaran domain internet dapat dilakukan secara online. Adapun tata cara pendaftaran nama domain yang baik dan benar sesuai dengan aturan yang berlaku Sebagai gamabaran dapat dilihat pada skema dibawah ini (Riswandi,2006:111).


 Tabel II
PENDAFTARAN

Pendaftaran Nama Domain
Firs come first serve principle
ONLINE SYSTEM
DATABASE intsrNIC
Network solution.inc
www.nsi.com

PERANTARA LAYANAN
(www.namadomain.com)
 







            Sumber : Riswandi, 2006, 111

                                   Tabel III.
                     Pendaftaran Nama Domain
ICANN
 

             
PENDAFTAR
ONLINE SYSTEM
(INDIC dan APJII)
First come first
serve principle
DATABASE interNIC
 







Sumber : Riswardi, 2006 : 111
Domain name dibaca dari kanan ke kiri yang menunjukkan tingkat spesifikasinya, dari yang paling umum ke yang paling khusus. Contoh http://www.law.ui.ac.id/, “.id” (baca: dot id) menunjuk kepada indonesia sebagai geographical region, sedangkan “.ac” (dibaca: dot ac) artinya pendidikan sebagai TLD (Top-level Domain name) yang menjelaskan mengenai tujuan dari institusi tersebut. Elemen selanjutnya adalah “.ui” (dibaca: dot ui) yang merupakan SLD (the Second-level Domain name) yang dipilih oleh pendaftar domain name, sedangkan elemen yang terakhir “.law” (dibaca : dot law) adalah “sub domain” dari “.ui”. Gabungan antara SLD dan TLD dengan berbagai pilihan subdomain disebut “domain name” pada mulanya pengelolaan gTLD dilakukan oleh IANA (internet assigned number authority) yang kemudian mendelegasikan operasionalnya pada network solutions, Inc. (NSI) atau interNIC (the internet network information centre) berdasarkan kontrak dengan yayasan ilmu pengetahuan nasional (the national science foundation atau NSF Amerika). Saat ini pengelolaan gTLD dikoordinir oleh ICANN (internet corporation for assigned Names and Number) dan beberapa registrasi (yang terakreditasi oleh ICANN) (http://www.72legalogic.wordpress.com).
Sistem pendaftaran nama domain dilakukan dengan prinsip ‘first come first served’. Artinya, keberadaan suatu nama domain dalam internet baru jika ada seseorang atau suatu pihak yang mendaftarkan atau memint nama domain (registrant) terlebih dahulu kepada sistem. Biasanya untuk mengetahui sebuah nama domain telah didaftarkan oleh pihak lain ataukah belum, pendaftar harus menghubungi organisasi pendaftar nama domain terlebih dahulu.
Mekanisme pendaftarkan sebuah nama domain melalui Network solution, seseorang cukup membuka situs interNIC dan mengisi sejumlah form, selanjutnya interNIC akan memverifikasi mengenai hak pendaftar untuk memilih suatu nama tertentu, tetapi pendaftar harus menyetujui ketentuan–ketentuan yang tercantum dalam “NSI’s domain name dispute resolution policy,” sehingga bilamana ada pihak sebagai telah memakai merek dagang yang sudah dikenal mengajukan klaim terhadap registrasi permohonan nama domain, maka NSI akan menanggulkan pemakaian sebuah nama domain, maka NSI akan menangguhkan pemakaian sebuah nama domain tersebut yang diklaim tersebut (http://www.72legalogic.wordpress.com).

C.    Tinjauan Umum Tentang Perlindungan Hukum Hak Milik
1.      Pengertian Hak Milik
Secara etimologis, hak milik merupakan terjemahan langsung dari istilah property right (inggris) dan dikenal juga dengan istilah eigendomrecht (Belanda). Dalam black’s law dictionary, property right diartikan sebagai the right of ownership: the collection of rights allowing one to use and enjoy property, including the right to convey it to others. (yaitu kumpulan hak – hak yang memperbolehkan seseorang untuk memakai dan menikmati benda miliknya, termasuk hak untuk menyerahkan hak – hak tersebut kepada orang lain).
Definisi property of right dalam ensiklopedia britannica, dikonsepkan sebagai suatu obyek hukum yang menunjuk pada kompleksitas hubungan-hubungan hukum antara dua orang atau lebih terhadap benda milik:An object of legal rights, which emraces possesions or wealth collectively, frequently with strong connotations of individual ownership. In law the term refers to the complex of jural relationship between an among persons with respect to things. (suatu obyek hukum, yang mencakup kepemilikan barang atau kekayaan kolektif, sering dikonotasikan sebagai kepemilikan secara individu. Dalam istilah hukum, istilah ini menunjukm pada kompleksitas hubungan – hubungan hukum antar dua orang atau lebih terhadap benda milik).
Melalui kedua pengertian hak milik secara etimologis diatas, tampak bahwa yang dimaksud dengan hak milik adalah sekumpulan hak untuk menikmati, menggunakan, dan memperbolehkan seseorang mengalihkan hak tersebut kepada orang lain. Dimana yang menjadi obyek dari hak tersebut adalah benda milik, yaitu benda yang menjadi sasaran kepemilikan.
Berikut adalah pendapat–pendapat mengenai hak milik menurut para ahli:
a.       Roscoe pound: hak milik adalah salah satu konsepsi hukum murni yang berasal dari dalam hukum dan bergantung pada hukum. Setiap pemilikan (possesions) adalah suatu pemunyaan secara yuridis (suatu konsepsi baik mengenai fakta maupun hukum) yang memperlihatkan bahwa hukum melindungi hubungan–hubungan dari suatu benda yang dipunyai oleh seseorang (pound, 1982: 136).
b.      Punardi Purbacaraka: hak milik ialah peranan bagi seseorang atau suatu pihak (pemegangnya) untuk bertindak atas sesuatu yang menjadi miliknya itu. Dan dapat menjadi obyek dari hak milik itu berupa segala macam benda yang diperlukannya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya (purbacaraka, 1982: 10).
Pendapat mengenai hak milik menurut pound dan purbacaraka menunjukkan hak ikat yang lebih konkrit dari hak milik, yaitu sebagai suatu obyek hukum yang menunjuk pada pengakuan sah menurut hukum bagi kepemilikan seseorang atas suatu benda untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dengan demikian, hukum menjalankan fungsi untuk melindungi hak milik seseorang, dengan mewajibkan seseorang untuk saling menghormati hak milik satu dengan yang lain, agar supaya tidak melanggar apa yang ditentukan oleh hukum.
2.      Fungsi Hak Milik
Pound berpendapat bahwa fungsi hak milik memiliki keterkaitan erat dengan aspek perekonomian dalam masyarakat. Dalam kerangka pemikiran pound ini, urgensi dari status kepemilikan seseorang dalam suatu kondisi masyarakat yang menerapkan sistem perdagangan, didasari oleh tuntuta – tuntutan individu agar supaya ada suatu jaminan hukum dalam:
a.       Menguasai harta benda dan kekayaan untuk mencukupi kebutuhan hidup.
b.      Kebebasan berkontrak dan perlindungan atas hasil kerja tiap – tiap individu sebagai harta kekayaannya.
c.       Keuntungan–keuntungan yang memiliki nilai ekonomis dari hasil kerjanya untuk menjadi alat tukar dan saluran kegiatan perdagangan.
d.      Jaminan perlindungan terhadap campur tangan orang lain yang mengganggu hubungan perekonomian yang menguntungkan dengan orang lain, baik dalam bidang kontrak, perdagangan maupun dalam hubungan rumah tangga.
Tuntutan–tuntutan tersebut dianggap penting, karena setiap individu dalam masyarakat beranggapan, mereka boleh menguasai barang–barang yang telah mereka ciptakan dan temukan untuk penggunaan pribadi, baik melalui kerja secara jasmaniah maupun melalui hasil karya intelektualnya untuk tujuan yang menguntungkan, dimana semua barang–barang tersebut adalah harta kekayaan inividu untuk mencukupi kehidupan masing–masing, dalam suatu sistem perekonomian yang menjalankan metode penukaran, pembelian, pemberian dan pewarisan (pound, 1982: 117).
Menurut Macpherson berdalil, fungsionalitas hak milik menunjukan pada suatu eklusifitas atas suatu kepemilikan, dimana jerih payah seseorang menjadi alasan pembenar atas suatu perolehan benda milik seseorang. Macpherson juga menekankan bahwa dalil hak milik sebagai hak ekslusif ini harus memenuhi syarat–syarat:
1)      Kepemilikan berasal dri bentuk kerja sesorang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
2)      Adanya unsur moralitas atas kepemilikan tersebut untuk menempatkan setiap orang pada tempatnya sendiri dalam suatu sistem perdagangan.
3)      Bertujuan untuk membiarkan pembagian keuntungan dilakukan oleh sistem perdagangan tersebut, dengan syarat benda milik itu harus dibuat sesuatu yang dapat diperjual-belikan.
Melalui dalil hak milik sebagai hak ekslusif, Macpherson menunjukkan adanya suatu persamaan dari hak milik sebagai hak ekslusif, yang diperoleh melalui kreatifitas seseorang, untuk membedakan produk barang dan/atau jasa yang digunakan dalam kegiatan perdagangan.
3.         Pemikiran Tentang Konsep Hak Milik
Pemikiran tentang konsep hak milik banyak ditemukan melalui teori – teori tentang hak milik dari para ahli dalam aliran pemikiran atau mazhab hukum kodrat. Hukum kodrat adalah: seperangkat hukum yang ideal yang sempurna yang mengukapkan perintah alam atau kecenderungan yang disarankan dan kehendaki oleh alam bagi seluruh isi alam. Perintah ini terutama berisikan serangkaian aturan keadilan, atau bahkan moralitas pada umumnya yang diketahui oleh semua manusia dengan bantuan akal budi atau perasaan moralnya. Sebagai perintah alam, hukum ini mengungkapkan prinsip–prinsip etis yang alamiah bagi manusia, dan dengan sendirinya bersumber dari hakikat manusia, dengan demikian, hukum kodrad mempunyai kewenangan yang jauh lebih tinggi daripada, an mendahului kemenangan hukum positif serta kekuasan sipil.
Teori tentang hak milik dalam aliran pemikiran atau mazhab kodrat pada intinya berisi hal hal yang menjelaskan :
a)      Hakikat dari kepemilikan
b)      Dasar moral dari hak milik pribadi, sehingga hak milik pribadi merupakan hak yang sah dan tidak boleh dilanggar orang lain
c)      Mengapa keadilan perlu menjamin hak milik pribadi, dengan melarang setiap orang untuk saling melanggar hak satu sama lain.
Hal tersebut dapat ditemukan melalui beberapa teori mengenai hak milik pribadi, diantaranya adalah aturan aturan keadialan menurut Grotius deri Locke yang dikenal dengan Lockean Provisio.
1.         Hugo Grotius : aturan aturan keadilan
Menurut Grotius, diatas otoritas sosial negara sudah ada hukum yang benaryaitu hukum kodrat, hukum kodrat yang dimaksud Grotius disebutkan sebagai hukum yang dapat di temukan melalui refleksia atas kodrat manusia, dalam konsepsi hukum kodrat menurut Grotius, manusia dipandang sebagai ukuran dari semua hal dan semua aturan dan inspirasi kehendak dan kesimpulan dari kodrat manusia sebagai mahluk rasional (Sumaryono, 2002:97).
Hukum yang dapat ditemukan melalui refleksi kodrat manusia menurt grotius merupakan prinsip prinsip obyektif yang menjadi dasar dari seluruh sistem hukum alam dan hak hak subyektif dalam diri manusia disebut hak hak alam,
Prinsip prinsip obyektif dan dan hak hak alam tersebut dirumuskan Grotius sebagai aturan aturan keadilan yang bersembunyi : pertama, setiap orang harus membela hidupnya, dan menentang hal yang merugikan. Kedua, tiap orang diperkenankan memperoleh untuk dirinya, dan menguasai hal hal yang berguna bagi hidupnya. Ketiga dan keempat, jangan biarkan siapapun mengambil milik yang telah menjadi milik orang lain. Kelima dan keenam, Grotius mengemukakan tentang apa yang disebut dengan hukum pembalasan dan ganti rugi. Sedangkan aturan keadilan yang ketujuh dan kedelapan berisi mengenai kewajiban setiap orang untuk melindungi sesama warga lainya, dan ikut menyumbang hal yang niscaya bagi orang lain dan bagi seluruh warga. (Keraf, 1997: 10)
Melalui aturan aturan keadilan, Grotius menunjukan bahwa keadilan sesungguhnya terletak pada sikap menahan diri agar sampai tidak melanggar kebebasan seseorang (suum), dan barang pribadi orang lain seperti yang ditetapkan dalam aturan aturan perasilan ketiga dan keempat, dengan kata lain tidak adil jika seseorang yang mengambil barang orang lain secara tidak sah. Grotius juga menegaskan bahwa aturan aturan keadilan menentukan hak setiap indifidu. Setiap orang pantas menuntut dan mengklaim hak hak ini, bahwa memaksa orang lain untuk mengharginya, dengan demikian ketika seseorang melanggar hak molik orang lain, maka berlahu hukum pembalasan dan ganti rugi sesuai dengan yang ditentukan dalam aturan aturan keadilan kelima dan keenam (Keraf,1997:27)
Menurut aturan aturan keadilan ketiga dan keempat, tampak bahwa hak pribadi bagi Grotius juga dianggap sebagai hak ekslisif, dalam konsepsi hak pribadi sebagai hak ekslusif menurut Grotius, pemilik barang mempunyai kekuasaan untuk mempertahankan, dan menggunkan barang tersebut secara ekslusif, dengan tidak memberi kemungkinan bagi orang lain untuk menuntut hak yang sama atas barang tersebut.
2.        John Locke : Lockean Provisio
Lockean Provisio menjawap persoalan mengenai pengakuan sah atas milik seseorang, mencegah setiap orang akan saling melanggar milik satu dengan yang lain, dan secara khusus mengantisipasi setiap orang akan mengambil dari alam sebanyak mungkin, dengan mengabaikan hak orang lain disekitarnya.

         Hal penting dari teori Locke mengenai hak milik prubadi terdapat pada penekananya atas pentingnya kerja, Locke tidak hanya menganggap kerja sebagai dasar hak kepemilikan secara pribadi atas barang milik akan tetapi, menganggap kerja merupakan pemicu kemajuan bagi seseorang untuk menghadapi ere industrialisasik, dengan demikian melalui Lockean Provisio, Locke memberikan dimensi baru dalam teori mengenai hak milik pribadi, dengan menekankan bahwa kerja yang memberikan nilai normal dan ekonomis atas barang milik pribadi, dengan dasar nilai moral dan kepentingan nilai ekonomis tersebut, seseorang tidak boleh melanggar, atau menggangu hak milik orang lain.



4.    Perlindungan Hak Milik Dalam Hukum Positif Indonesia
Pada sub-bab sebelumya, telah diuraikan mengenai prinsip-prinsip moralitas dan keadilan dalam diri manusia, yang melandasi konsepsi hak milik pribadi sebagai hak yang tidak boleh dilanggar, atau diganggu ileh orang lain. Adapun hukum positif yang berfungsi sebagai melindungi, dan memberi efek pada hak tersebut. (Pound, 1982: 42)
a.    Konstitusi Negara
Konstitusi Negara Republik Indonesia yang tertuang dalam Undang Undang Dasar 1945 (selanjutnya disebut dengan UUD1945) dengan beberapa amandemenya, mengatur tentang perlindungan atas hak hak dari tiap warga negara, termaksid di dalamnya perlindungan atas hak milik dalam :
Pasal 28 huruf G ayat (1) UUD 1945:
Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda dibawah kekuasaan, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.
Pasal 28 huruf H ayat (4) UUD 1945
Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang wenang oleh sispapun.
Kedua pasal ini menunjukan adanya suatu pengakuan, penghormatan, dan perlindungan bagi hak milik pribadi seseorang berupa harta bend, sebagai bagian dari pemenuhan kebutuhan dasarnya, dan dilengkapi aspek perlindungan hak asasi manusia. Dengan demikian, hak milik adalah hak warga negara sebagai salah satu hak asasi, sehingg menimbulkan kewajiban hukum bagi negara untuk melindunginya, yang ditetapkan pada:
pasal 28 huruf I ayat (4) UUD 1945
perlindungan , pemajuan, penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah.
b.    Kitab Undang Undang Hukum Perdata
Pasal 570 Kitab Undang Undang Hukum Perdata (selanjutnya disebut dengan KUHPerdata), yang dimaksud dengan hak milik yaitu :
Hak untuk menikmati kegunaan suatu kebendaan dengan laluasa, dan untuk berbuat bebas terhadap kebendaan itu dengan kedaulatan sepenuhya, asal tidak bersalahan dengan Undang Undang atau peraturan umum yang ditetapkan oleh suatu kekuasaan yang berhak menetapkanya, dan tidak mengganggu hak hak orang lain, kesemuanya itu dengan tak mengurangi kemungkinan undang undang dan dengan pembayaran ganti rugi.
Menurut rumusan pasal 570 KUHPerdata, yang dimaksud hak milik adalah hak untuk menikmati kegunaan suatu benda dengan sepenuhnya,dalam rangka pelaksanaan hak milik, berupa gugat suatu kebendaan atas ketidak nyamanan menikmati hak milik, adapun gugat kebendaan tersebut terdiri dari penuntutan kembali benda milik, gugatan untuk menghilangkan gangguan gangguan atas benda milik, gugatan untuk pemulihan dalam keadaan semua dan gugatan untuk pengantian kerugiaan (sofyan, 1981: 12)
Pemegang hak milik telah diberikan mutlak dalam rangka pelaksaan haknya, akan tetapi, pelaksanaan hak milik juga memiliki beberapa keterbatasan yaitu :
a)      Tidak boleh bertentangan dengan undang undang yang dimaksud yaitu segala peraturan yang dibuat oleh badan legistratif, dan peraturan umum yang dibuat oleh pihak yang berwenang.
b)      Tidak boleh mengganggu hak hak orang lain, undang undang memberikan batasan bahwa dalam menggunakan hak miliknya, seseorang dilarang untuk mengganggu hak orang lain, jika orang melakukan hak hak orang lain atau melakukan perbuatan dengan merugikan orang lain, maka orang tersebut dapat ditutut ganti rugi berdasar pasal 1365 KUHPerdata tentang berbutan melanggar hukum melalui mekanisme gugat kebendaan.
Penggunaan hak milik yang dapat menimbulkan gugatan pada orang lain dibedakan menjadi dua yaitu :
a)      Gugatan yang menimbulkan kerugian materil, dikenal dengan pengrusakan.
b)      Gugatan yang menimbulkan kerugian materil, dimana adanya pengurangan kelaluasaan seseorang dalam menggunakan hak miliknya, untuk menentukan penggunaan suaru hak milik dapat dikategorikan sebagai suatu perbuatan melawan hukum yang menimbulkan kerugian materil, harus memenuhi unsur unsur diantaranya:  perbuatan itu melanggar hukum, perbuatan tersebut bersifat mengganggu, atau mengurangi kenikmatan hak milik seseorang.
Beberapa argumentasi hukum untuk menjelaskan secara kongkrit bagaimana suatu perbuatan dikatagorikan sebagai penyalagunaan hak, antara lain, suatu jurispudensi yang menyatakan bahwa untuk adanya penyalahgunaan hak, harus memenuhi persyaratan bahwa perbuatan yang dilakukan tidak masuk akal. Artinya, tidak ada kepentungan yang pantas, dan tujuan melakukan perbuatan tersebut sebenarnya hanya untuk merugikan orang lain. Sedangkan menurut Pitlo, untuk adanya penyalahgunaan hak, tidak perlu perbuatan itu tidak pantas dan merugikan orang lain. Jika ada suatu perbuatan yang masuk akal (pantas) dan tidak merugikan orang lain, akan tetapi manfaat yang diterima oleh sipembuat tidak dibanding dengan kerugian yang diderita pihak lain, maka perbuatan yang dilakukan tersebut termasuk penyalahgunaan hak (sofwan, 198: 13).
5.          Kaidah –Kaidah Perlindungan Hak Milik
Asas-asas hukum yang mendasari mengapa milik seseorang harus dilindungi, terdiri dari asa honeste vivere (hidup secara jujur), alterum non-laedare (jangan merugikan orang lain), dan suum cuique tribuere (berikan pada setiap orang apa yang menjadi haknya), (Sumaryono, 2002: 220).
  Berdasarkan hal itu, maka asa asas tersebut dapat menunjukan kaidah kaidah mengenai perlindungan hak mlik diantaranya :
a)             Dengan adanya pengakuan hak miik dan manfaat atas milik seseorang untuk memenuhi tujuan hidupnya, menimbulkan konsekuensi bagi pihak lain yang menghormati hak tersebut,sebagai suatu kewajiban yang didasari dengan akal budinya sebagai mahluk rasional.
b)             Sebagai syarat untuk memenuhi kebutuhan mahluk hidup rasional yang memiliki akal budi, asas hukum yaitu honeste vivere, alterum non-laedere, dan suum quique trubuire merupakan pripsip yang digunakan seseorang untuk menghormati hak milik orang lain, dan digunakan hukum sebagai prinsip untuk memberikan perlindungan terhadap gangguan gangguan dari pihak lain, terkait dengan kepentingan seseorang atas benda milik.
c)             Pelaksanaan hak milik kewajiban pemilik untuk melaksanakan hanya sesuai dengan pereturan umum yang dibuat pihak yang berwenang (negara). Dengan demikan, pelaksanaan hak yang bertentangan dengan peraturan dapat menyebapkan adanya peristiwa pencabutan hak milik atas dasar kepentingan umum.

















                                         BAB III
                          METODE PENELITIAN

A.      Sifat Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif karena bertujuan untuk memberikan gambaran seluas-luasnya dan sejelas-jelasnya mengenai permasalahan perlindungan hukum atas penggunaan merek dagang dalam nama domain internet.
B.     Metode Pendekatan
Untuk melakukan penelitian ini, maka peneliti akan menggunakan metode pendekatan yuridis normatif, yaitu meninjauan menganalisis objek penelitian dengan menggunakan peraturan perundangan dan norma-norma hukum yang dalam hal ini yaitu Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik, Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek, PP No.24 Tahun 1993 Tentang Kelas Barang Atau Jasa Dalam Pendaftaran Merek. Aspek lainnya dari hal diatas digunakan halnya sebagai pelengkap. 
C.         Objek penelitian
Perlindungan hukum atas penggunaan merek dagang secara melawan hukum dalam nama domain internet.   
D.    Jenis Data
Data penelitian kepustakaan (library recearch) yang digunakan dalam penelitian ini manggunakan menggunakan data sekunder, adapun data sekunder yang digunakan meliputi :
a.         Bahan hukum Primer
Berupa peraturan perundang-undangan yaitu :
1.    Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang informasi dan transaksi elektronik
2.    Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek
3.    PP No. 24 Tahun 1993 Tentang Kelas Barang Atau Jasa Dalam Pendaftaran Merek.
b.         Bahan hukum sekunder
Data sekunder yaitu data yang diperoleh melalui studi literature. Yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti.
c.         Bahan hukum tersier, berupa kamus , makalah seminar dan artikel hukum
E.    Metode Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dan penelitian kepustakaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
a)    Studi kepustakaan, yaitu dengan mengumpulkan literatur-literatur yang berhubungan dengan penelitian ini, kemudian dianalisi dan diambil kesimpulannya.
b)   Studi dokumentasi, yaitu dengan mengumpulkan dokumen-dokemen resmi institusionel berupa peraturan pemerintah, dan lain sebagainya yang berkaitan dengan penelitian.




        F. Metode Analisis Data
Dilakukan secara deskritif kualitatif, yaitu data yang diperoleh disajikan secara deskritif dan dianalisis, secara kualitatif dengan langka-langka sebagai berikut :
a.       Data penelitian diklasifikasikan sesuai dengan permasalahan penelitian
b.      Hasil klasifikasi dan selanjutnya disistematisasikan
c.       Data yang dianalisis untuk dijadikan dasar mengambil kesimpulan.












BAB IV
PENYAJIAN DATA DAN PEMBAHASAN

A.    Keterkaitan Antara Nama Domain Internet Dengan Merek Dalam Hukum Positif Indonesia
Nama domain internet memiliki kaitan yang sangat erat dengan merek, karena keduanya sama-sama merupakan jati diri suatu produk barang dan atau jasa, atau nama suatu perusahaan atau badan hukum. Ketika seseorang menyebutkan nama merek tertentu maka orang akan dapat membayangkan produk dan kwalitas dari merek tersebut, begitu juga ketika seseorang menyebutkan nama sebuah domain internet maka orang juga dapat membayangkan produk atau jasa layanan yang disediakan olaeh situs internet tersebut.
Hal ini menunjukan bahwa antara domain internet dengan merek memiliki kesamaan yaitu sebagai tanda pengenal atau identitas yang menunjukan produk dan kwalitas suatu barang atau jasa, namun disisi lain nama domain internet memiliki karakteristik yang khas sehingga tidak dapat dipersamakan dengan merek, karena dalam sistem dan syarat pendaftaran serta pengakuan eksistensinya tentu berbeda.
 Nama domain sebagai unsur penting dalam internet merupakan alamat dan jati diri seseorang, perkumpulan, organisasi, atau badan usaha, yang dapat dilakukan untuk berkomunikasi melalui internet, yang berupa kode atau susunan karakter yang bersifat unik dan menunjukan lokasi tertentu dalam internet sebagaimana diatur dalam ketentuan pasal 1 ayat (20) Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik. Secara teknis nama domain adalah konversi dari alamat IP (internet protocol) yang merupakan alamat (dalam angka) suatu host, server atau komputer yang terhubung pada jaringan internet yang dikelola oleh institusi yang memiliki jaringan global.
Jika kita melihat definisi merek dalam undang undang nomor 15 taun 2001 tentang merek dalam pasal 1 angka 1 disebutkan bahwa merek ialah tanda yang berupa gambar ,nama , atau huruf heruf ,angka angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur unsur tersebut yang memiliki daya  pembeda, dan digunakaan dalam kegiatan perdagangan  barang dan/atau jasa. Terdiri dari merek dagang, merek jasa, dan kombinasi antara keduanya (merek kolektif). Dari definisi  yang diberikan  undang undang mengenai merek maupun domain internet maka akan terlihat jelas perbedaan dan fungsi keduanya.
Sistem nama domain dirancang untuk memenuhi kebutuhan praktek dalam berkomunikasi di internet, sistem dirancang agar suatu host atau sever lebih mudah diingat sehingga dibuat dalaam bentuk deretan huruf bukan berupa deretan angka angka yang lebih mudah diingat. Dalam sisitem ini DNA servers akan menerjemahkan nama domain kedalam kode angka, untuk kepentingan ini maka insitusi pengelolahan internet global berperan sangat penting. Apabila terdapat perpindahan server ke lokasi jaringan lain yang berakibat perubahan alamat IP maka administrator sistem cukup mengubah relasi antara nama domain dengan alamat IP pada server DNS, tanpa perlu melibatkan dan diketahui oleh user.
Sistim hukum merek mengatur, untuk diakui sebagai merek dan dilindungi dibawah razim hukum merek harus terlebih dahulu ditempuh melalui proses pendaftaran merek dan uji subtantif, disamping itu harus pula ditempuh mekanisme pengumuman  dalam waktu tertentu yang memungkinkan pihak pihak yang dirugikan mengajukan bantuan terhadap pendaftaran merek tersebut. Hal ini dimaksudkan agar pihak yang dirugikan dapat memenuhi pendaftaran merek yang dilakukan orang yang tidak beretikad baik. Merek diakui keberadaanya berdasarkan stelsel konstitutif, dengan kata lain tidak ada perlindungan tanpa pendaftaran.
Kantor merek juga wajib melakukan seleksi terlebh dahulu terhadap merek merek yang akan di daftar. Hal ini mengingat tidak semua pengajuan akan diterima seperti diatur dalam pasal 4,5 dan 6 UU No 15 Tahun 2001 yang menyatakan bahwa merek tidak dapat didaftar atas dasar permohonan yang diajukan oleh pemohon yang beritikat tidak baik (pasal 4) dan merek tidak dapat di daftar apabila merek tersebut mengandung salah satu unsur yaitu: bertentangan dengan peraturan perundang undangan yang berlaku, moralitas agama, kesusilaan, atau ketertiban umum, tidak memiliki daya pembeda, telah menjadi milik umum, dan merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang dimohonkan pendaftar.
Permohonan harus ditolak apabila merek tersebut mempunyai persamaan, pada pokoknya atau keseluruhanya, dengan merek milik pihak lain yang sudah terdaftar terlebih dahulu juga yang sejenis mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhanya dengan indikasi geografis yang sudah dikenal.
Prosedur dan mekanisme semacam ini tidak dikenal dalam pedaftaran nama domain, karena prinsip yang digunakan dalam pendaftaran adalah first come first server sehingga tidak dikenal adanya uji substantif pada proses pendaftaran. Hal ini dapat dipahami mengingat secara teknis uji substantif  akan menghilangkan sifat teknologi internet yang semuanya dilakukan secara firtual, tanpa kontak fisik, berlangsung demikian cepat dan pengecekanya dilakukan melalui teknologi internet yang angat efisien. Sehingga dengan demikian pengecekan dilakukan pengelola nama domain cukup dengan mencocokan nama domain dalam proses pendaftaran dengan nama domain yang telah terdaftar sebelumnya, jika ternyata tidak terdapat kesamaan secara utuh maka pendaftaran nama domain  baru dapat diterima. Sebagai contoh apabila telah terdapat nama domain maka dapat saja  pendaftar tiga nama domain terakhir itu diterima secara alfabetik memiliki karakteristik penulisan yang berbeda. Untuk menghindari gugatan hukum, dalam prakter registrasi biasanyameminta suatu persyaratan yang menyatakan bahwa nama pemegang nama domain yang bertentangan dengan hak kekayaan intelektual atau hak hak lainya milik orang lain, yang dituangkan dalam suatu peryataan secara eletronik. Selain perbedaan tersebut, ada perbedaan karakteristik antara merek dan nama domain sehingga keduanya tidak dapat dipersamakan. Perbedaan tersebut dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

                                              Tabel IV
         Perbedaan merek dengan nama domain internet

No.
Nama domain internet
Merek
1.
Eksistensinya adalah sebagai alamat dan nama dalam sistem jaringan komputerisasi dan telekomunikasi
Eksistensinya adalah bertujuan sebagai daya pembeda domain lingkup perdagangan dan industri
2.
Lebih bersifat sebagai amanat yang diberikan oleh masyarakat hukum pengguna internet daripada sebagi property
Lebih bersifat sebagai property karena merupakan kreasi intelektual manusia yang dimintakan haknya kepada negara industri dan perdagangan
3.
Asanya adalah berlaku universal yakni first come first server
Asanya adalah first to file principle dan ada yang menganut first to use principle
4.
Tidak ada pemeriksaan substantif
Harus ada pemeriksaan substantif
5.
Sepanjang tidak dapat dibuktikan beritikat tidak baik, maka perolehan nama domain bukanlah tindak pinana

Sepanjang tidak diberikan lisensi oleh yang berhak maka penggunaa merek adalah pelanggaran

Sumber : Data sekunder
                                                                                     


                                                                                                    Tabel V
Perbedaan merek dan nama domain internet dilihat dari fungsi, sistem pendaftaran dan eksistensi.

MEREK
NAMA DOMAIN
Fungsi
suatu produk barang dan/atau jasa dalam lingkup kegiatan perdagangan (pasal 1 angka 1 UU merek)
Untuk mengidentifikasi komputer dan/atau server yang saling terhubung dalam internet tidak terbatas penggunaanya hanya dalam satu lingkup kegiatan tertentu.
Sistem Pendaftaran
·       Sistem konstitutif
·       Mengenal uji substantif (pasal 18-20 UU merek) untuk melihat adanya persamaan pada pokoknya sebagai syarat validitas pendaftaran (pasal 6 ayat (1) huruf a UU merek)
·           First come first serve system
·           Ada yang mengenal uji sustantif sebagai syarat voliditas pendaftaran, ada juga yang tidak.
Eksistensi
Sebagai tanda yang diletakan pada suatu produk barang dan/atau jasa dapat berupa nama, gambar, huruf – huruf, angka – angka susunan warna atau kombinasi dari unsur– unsur tersebut.
Sebagai alamat dari suatu komputer yang berupa susunan angka misalnya : 443 546 43 67
Sumber : Data sekunder
Secara substansial, memang harus diakui bahwa ada perbedaan mendasar antara antara suatu merek dagang dengan nama domain,  perbedaan tersebut dapat dilihat dari pendapat president asean intelektual property association (A-IPA) yang menyatakan bahwa merek dapat didaftarkan pada suatu negara dengan menggunakan klasifikasi barang dan jasa yang berbeda untuk merek yang sama, sehingga bisa saja terdapat dua merek atau lebih dengan nama yang sama. Sementara domain internet bersifat unik, sehingga hanya satu nama unik untuk tiap alamat unik internet ini. Adapun perbedaan yang membedakan keduanya adalah :
1.      Nama domain bukan merupakan hak milik yang dilindungi, sebagai akhirnya, walaupun telah diberikan nama domain masih tetap dapat dituntut. Pada merek, pemilik merek mendapatkan perlindungan hukum atas merek tersebut.
2.      Nama domain, sangat unik dan hanya bisa ada 1 (satu) diseluruh dunia (tidak akan boleh ada nama domain yang sama dimiliki oleh 2 dua orang yang berbeda).pada  merek yang sama dapat dimiliki oleh dua oleh 2 (dua) orang yang berbeda,  sepanjang tidak melindungi jenis jenis barang yang sama dalam suatu kelas atau bukan dari negara yang sama.
3.      Nama domain lebih fleksibel dan bisa bersifat deksriptif, sedangkan merek harus memiliki unsur daya pembeda yang membedakan merek tersebut untuk barang yang sejenis, yang diproduksi oleh perusahaan yang berbeda.
4.      Nama domain hanyalah alamat komputer, sedangkan merek dapat berperan sebagai indikasi asal dari suatu barang.
Memang sebenarnya bisa saja nama domain menjadi merek dagang apabila pemilik merek dagang kemudian mendaftarkan merek dagangnya tersebut ke kantor pengelola nama domain, sehingga nama merek dagangnya tersebut ke kantor pengelola nama domain,  sehingga merek dagangnya tidak bisa lagi didaftarkan oleh orang lain, karena proses pendaftaran nama domain menganut sistem first come first served”, namun kembali lagi ke pembahasan diatas bahwa nama domain tidak dapat dikategorikan sebagai merek kaerena memiliki syarat,  fungsi  dan pengakuan eksistensi  yang berbeda.
B.     Perlindungan Hukum Atas Penggunaan Merek Dagang Dalam Nama Domain Intrnet.
1.      Pengaturan Nama Domain Internet di Indonesia
Sebagai bagian dari masyarakat global, indonesia juga merasakan dampak dari perkembangan teknologi informasi. Tentu saja dampaknya tidak saja bersifat positif, tapi juga bersifat negative, yaitu dengan timbulnya apa yang disebut  kejahatan siber (cybercrime). Kejahatan siber bukanlah kejahatan yang sederhana karena tidak menggunakan sarana konvensional, tetapi menggunakan komputer.   
Di Indonesia, kejahatan siber juga sudah mulai marak, terbukti dengan munculnya kasus kasus yang berkaitan dengan penggunaan teknologi informasi dalam melakukan kejahatan, persoalannya, pembangunan teknologi informasi tersebut sangat jauh melampaui pembangunan hukum, hal ini tentu saja dapat dapat menciptakan jurang antar kegiatan teknologi informasi dan kebutuhan akan hukum.
Seiring perkembangan pemakaian nama domain oleh perusahaan di jaringan internet, berkembang pula gejala pelanggaran merek di jaringan tersebut. Pelanggaran ini terjadi saat pihak lain yang tidak ada sangkut pautnya dengan sebuah perusahaan atau dengan sebuah merek perusahaan mendaftarkan merek tersebut sebagai nama domainya di jaringan internet. Perbuatan memakai dan mendaftarkan merek milik orang lain sebagai nama domainya dan domain names dalam perdagangan eletronik (E-Commerce) telah menimbulkan akibat yang merugikan bagi pemilik merek yang terdaftar.
Sebelum lahirnya undang undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Eletronik, pernah ada kasus mengenai sengketa nama domain internet yang terjadi untuk pertama kalinya di Indonesia terjadi pada tahun 2001 silam yang menjerat Tjandra Sugiono selaku genderan manager internasional marketing PT.Martina Berto atas pendaftaran nama domain dengan menggunakan merek dagang mustika ratu (http;//www.namadomain.com) pada saat itu Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Eletronik belum lahir sehingga belum ada ketentuan yang mengatur secara khusus tentang kasus ini. Dalam perjalananya Tjandra Sugiono dijerat dengan hukum pidana, yaitu dengan pasal 382 bis KUHP dan pasal 48 ayat (1) dan Undang-Undang No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Hal ini didasarkan karena orang yang melakukan pendaftaran nama domain internet mustikaratu.com adalah Tjandra Sugiono yang nota bene merupakan general manager Internassional Marketing PT. Martina Berto yang sama-sama bergerak dalam perusahaan kosmetik, sehingga perbuatan mendaftarkan domain mustikaratu.com tersebut dianggap sebagai tindakan persaingan usaha tidak sehat karena dapat mengelabui mitra usaha  PT. Mustika Ratu yang berada di luar negeri. Setelah diputus bersalah dan menjalani hukumanya namun akhirnya Tjandra Sugiono mengajukan peninjauan kembali dan kemudian di putus bebas melalui putusan MA No. 27 PK/Pid/2003 karena dakwaan yang ditujukan kepadanya tidak terbukti.
Saat ini pengaturan tentang nama domain telah tercantum pada Undang Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Eletronik (ITE). Khususnya pada Bab VI pasal 23 sampai pasal 26, namun ketentuan dari bagian tersebut masih mengamanatkan adanya suatu bentuk peraturan pemerintah yang mengatur lebih lanjut mengenai nama domain, yang hingga kini belum juga terbentuk dan cenderung tertutup oleh wacana judisial review Undang Undang ITE itu sendiri.
Jika kita melihat kasus diatas, maka hukum apakah yang paling tepat digunakan dalam menjerat pelaku pengguna merek secara tanap hak dalam domain tersebut, dalam sengketa nama domain intenet, memang pelaku menggunakan merek orang lain tanpa hak, namun pasal-pasal dalam Undang- Undang No 15 tahun 2001 tentang Merek, tidak dapat diterapkan apabila ada perbuatan peniruan atau pembajakan merek yang terdaftar dalam domain internet, hal ini dikarenakan ada beberapa hal yang secara substansial yang menyebapkan perbuatan itu tidak memenuhi rumusan pasal merek.
Pertama, merek adalah tanda yang digunakan sebagai identitas barang atau jasa dalam perdagangan, sedangkan nama domain atau domain name adalah alamat untuk akses ke situs tertentu. Kedua, keberadaan situs tidak selalu berkaitan langsung dengan perdagangan, karena banyak situs-situs yang bersifat hanya sebagai penyedian informasi. Ketiga, hak atas merek timbul karena pendaftaran dan berlaku di juridiksi negara tertentu,  sedangkan sistim pendaftaran nama domain memakai sistem first come first server artinya sapa yang mendaftarkan pertama kali, maka dianggap sebagai pemiliknya, kecuali ada ketentuan hukum lain yang dianut suatu Negara.  Selain itu berlakunya nama domain tidak dibatasi oleh juridiksi Negara, dunia maya merupakan dunia yang tanpa batas wilayah secara geografis maupun secara politis. Keempat, dalam pendaftaran merek disyaratkan merek haruslah unik, berbeda dari yang lain dan bukan istilah umum, sehingga memiliki daya berbeda yang tinggi. Sebaliknya penggunaan nama domain walaupun teorinya sama, akan tetapi kenyataanya hampir semua kata atau nama dapat didaftarkan sebagai nama domain.
 Sangat jelas bahwa penerapan pasal-pasal dalam Undang-Undang No. 15 tahun 2001 tentang merek tidak tepat, karena yang dimaksud dengan merek pada pasal 1 ayat (1) adalah : tanda berupa gambar, nama, kata, huruf, angka angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan  dalam  perdagangan  atau jasa, dalam kasus ini nama domain bukanlah merek tetapi alamat  yang sebenarnya sesuai dengan IP address agar tidak salah alamat, atau masuk ke webside yang tidak dikehendaki , sedangkan filosofi dari merek adalah sebagai tanda berbeda dari suatu produk dengan produk lainya.
Sengketa nama domain bisa saja diterapkan melalui ketentuan merek jika kemudian devinisi merek dalam undang undang merek diperluas meliputi nama domain, dengan begitu segala ketentuan yang berkaitan dengan nama domain  dapat diselesaikan dengan aturan merek yang ada. Namun sejauh ini nama domain tidak disebarkan atau dijelaskan Secara eksplisit dalam pengaturan Undang-Undang 15 tahun 2001 tentang merek, meski demikian sengketa domain internet bisa saja menggunakan Undang-Undang merek jika saja sipemilik merek mendaftarkan mereknya dalam kelas jasa telekomunikasi, maka penyelesaian sengketa dapat diselesaikan melalui ketentuan Undang-Undang Merek karena dalam PP nomor 24 tahun 1993 tentang daftar kelas barang atau jasa dalam merek, disebutkan bahwa telekomunikasi termasuk didalamnya yaitu dalam kelas no 38 sehingga pembuatan sebuah nama domain dapat diklasifikasikan kedalam sebuah jasa telekomunikasi dalam pengaturan merek. Sehingga dapat juga dikatakan bahwa penyelesaian sengketa terhadap kasus nama domain dapat juga diselesaikan dengan berdasar pada ketentuan Undang-Undang Merek dalam kasus ini.
Seperti telah dipaparkan sebelumnya bahwa penyelesaian bahwa penyelesaian kasus mustikaratu.com diselesaikan dengan hukum pidana yaitu dijerat pasal 382 bis KUHP dan pasal 48 ayat (1) dan Undang-Undang No 5 tahun 1999 tentang larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Hal ini dianggap wajar karena saat itu belum ada ketentuan yang secara khusus mengatur mengenai masalah nama domain di internet, selain itu hal ini  juga dikarenakan perbuatan pelaku memenuhi unsur delik yang  diadukan, walaupun akhirnya terdakwa mengajukan PK dan diputus bebas karena dakwaan tidak terbukti.
Jika kita melihat dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008, seharusnya kasus ini tidak diselesaikan dalam ranah pidana melainkan hukum perdata, mengingat kasus mustikaratu.com terjadi sebelum lahirnya Undang-Undang ITE maka hal ini dianggap wajar. Namun bila sengketa domain ini terjadi disaat ini maka hukum yang akan berlaku adalah hukum perdata sebagaimana diamanatkan pasal 38 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 :
Pasal 38
(1)   Setiap orang dapat mengajukan gugatan terhadap pihak yang menyelenggarakan sistem elektronik dan/ atau menggunakan Teknologi Informasi yang menimbulkan kerugian.
(2)   Masyarakat dapat melakukan gugatan secara perwakilan terhadap pihak yang menyelenggarakan sistem Elektronik  dan/atau menggunakan teknologi informasi yang berakibat merugikan masyarakat, sesuai dengan ketentuan peraturan Perundang-Undangan.
Pasal 38 tersebut dapat disimpulkan bahwa para pihak yang merasakan haknya dilanggar oleh segala kegiatan yang berkaitan dengan sistem elektronik dan teknologi informasi dapat mengajukan gugatan (perdata) ke pengadilan dan pengajuan gugatannya dapat dilakukan secara perseorangan maupun perwakilan. Mekanisme gugatan yang ditempuh dalam sengketa merek dagang dalam domain internet yang ditawarkan undang-undang ITE dapat ditempuh melalui jalut alternatif penyelesaian sengket maupun pengadilan.
Bila mana terjadi sengketa nama domain internet yang menggunakan merek dagang orang lain secara tanpak hak, penyelesaian sengketa menggunakan hak dagang orang lain secara tanpa hak, penyelesaian sengketa menggunakan hukum acara hAKI, hal ini dikarenakan merek termasuk dalam rezim HAKI. Hal ini sesuai dengan keterangan dalam perundang-undangan yang diatur dalam ketentuan pasal 39 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 yang menyebutkan bahwa gugatan perdata dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, memang harus diakui sistem dan syarat serta pengakuan eksistensi antara merek dan domain internet berbeda, namun sejauh ini nama domain tidak disebutkan secara eksplisit dalam undang-undang merek sehingga sebagai konsekuensi asas legalitas maka akan sulit jika undang-undang merek kemudian diterapkan dalam sengketa nama domain internet.
Disisi lain hak pemilik yang sah untuk dilindung suatu keharusan, sehingga bagaimanapun juga segala bentuk pelanggaran nama domain menggunakan merek orang lain tanpa hak tetap tidak dapat  dibenarkan. Apalagi setelah lahirnya Undang-Undang No 11 tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, dimana  disebutkan dengan tegas bahwa penggunaan nama domain dilarang melanggar hak orang lain, ketentuan pelanggaran ini diatur dalam pasal 23 (2) undang-undang   yang menyebutkan bahwa  “penggunaan nama domain dilarang melanggar hak orang lain”  dalam penjelasan pasal 23 ayat (2) ITE yang dimaksud dengan “melanggar hak orang lain”   misalnya melanggar merek terdafatar , nama badan hukum terdaftar, nama orang terkenal dan nama sejenisnya yang pada intinya merugikan orang lain.
Undang-Undang ITE pasal 24 ayat  (4) pengamanatkan adanya ketentuan lebih lanjut berupa peraturan pemerintah sebagai pengelola nama domain, namun hingga saat ini peraturan pemerintah tersebut belum ada, sehingga penulis mengambil kesimpulan sebelum lahirnya peraturan pemerintah yang bersifat khusus mengatur mengenai masalah domain tersebut, maka mekanisme yang dipakai adalah pengaturan yang bersifat umum, dalam hal ini yaitu menggunakan undang-undang merek dengan rezim HAKI dan penyelesaiannya melalui  Pengadilan niaga, jadi ketentuan dalam Undang undang ITE adalah sebagai payung hukum untuk pemilik merek yang sah karena dalam Undang undang merek sendiri tidak dapat disebutkan secara eksplisit  mengenai penggunaan merek orang lain secara melawan hukum  dalam nama domain internet, sedangkan pelaksanaan mekanisme penyelesaian sengketanya adalah dengan menggunakan hukum merek karena peraturan pemereintah yang secara khusus mengatur masalah domain sampai saat ini belum ada.
2.  Mekanisme Pelaksanaan Masalah Nama Domain Internet
Ketika dulu registrar masih hanya dipegang oleh NSI (Network Solution Inc), kebijakan yang diambilnya dalam sengketa domain yang  berkenaan dengan merek telah banyak diprotes oleh masyarakat pengguna internet, karena hanya perpihak dari sisi kepentingan pemegang nama ataupun merek tersebut, hal ini dilakukanya dengan cara meng-hold Domain Name yang dikomplain oleh si pemegang merek tersebut, tanpa jelas terbukti bahwa orang tersebut telah beritikat tidak baik. Padahal semestinya, registrar tidak diperkenangkan  tidak diperkenangkan untuk melakukan suatu tindakan apapun terhadap nama domain yang telah dikuasai oleh  Registrar, kecuali kepentinga system hukum menghendakinya.
Selanjutnya, dengan kehadiran ICANN maka jumlah registrar semakin majemuk dalam artian pengurusan perolehan Top Level Domain tidak lagi hanya dipegang oleh NSI saja melainkan dapat dilakukan oleh pihak lain yang telah memenuku kwalifikasi yang dipersyaratkan dan di appproved oleh ICANN sebagai registrar.
Mekanisme penyelesaian sengketa atas nama domain yang digariskan oleh ICANN pada hakekatnya adalah dikembalikan pada para pihak itu sendiri,  untuk menempuk alternatif penyelesian sengketa  yang dipilih, yakni dapat diselesaikan dengan musyawarah untuk mufakat (resolverd by the parties themselves), mekanisme peradilan umum (the courts) atau arbitrase yang di-approved oleh ICANN’s  (approved dispute resolution provider) atau lembaga lembaga pengambil keputusan keadilan lain yang dikenal secara hukum.
ICANN merupakan komisi internasional  yang menganut kebijakan nama domain. Komisi ini mempunyai mekanisme dan cara penyelesaian sengketa, mekanisme ini dikenal dengan nama Uniform domain name Dispute-resolution policy (UDRP) yang telah diberlakukan mulai tanggal  mulai tanggal 24 oktober 1999.
UDRP merupakan kaidah substantif yang digunakan oleh berbagai pihak dalam  menangani masalah sengketa kepemilikan suatu domain dalam bentuk  Cyber Court. UDRP diprakarsai oleh organisasi non-profit amerika serikat bernama Internet Corporation for assigened names and Number (ICANN) yang mempunyai peranan utama sebagai organisasi aturan pembuatan nama domain diseluru dunia, dari berlaku efektif sejak 26 agustus 1999. Sejak awal UDRP telah digunakan oleh seluruh registrar nama domain yang berakhiran .com, .net, dan .org, selain nama domain yang termaksud kedalam kategori country-code top level domains seperti .nu, .tv, .ws.
UDRP digunakan sebagai klausul pilihan dalam  hukum perdata  Internasional dalam setiap pendaftaran nama domain antara pihak registern dan pemegang nama domain, serta mengatur berbagai ketentuan pokok  dan tata cara penyelesaina sengketa dengan pihak ketiga yang diakibatkan oleh penggunan nama domain tersebut  berdasarkan ketentuan UDRP, pihak registrar berhak untuk membatalkan, memindahkan atau serta mengubah nama domain yang telah didaftarkan oleh pihak pemegang nama domain, karena adanya putusan atau perintah dari lembaga pengadilan maupun forum arbitrase yang berwenang, atau putusan panel.
Sebagaimana hanya ICANN yang telah membentuk lembaga mediasi dan arbitrase dalam penyelesaian sengketa nama domain, di indonesiapun melalui Undang Undang No 30 tahun 1999 tentang arbiterase dan penyelesaian sengketa telah dikenal peradilan arbitrase, berdasarkan ketentuan Undang Undang tersebut, sengketa nama domain dimungkinkan diselesaikan melalui badan Arbitrase Nasional Indonesian. Putusan arbiterase bersifat final dan mempunyai ketentuan hukum tetap dan mengikat para pihak.
Suatu nama domain dianggap telah didaftarkan dengan itikat buruk apabila,
a)      Pemegang nama doamain mendaftarkan nama domain dengan tujuan utama untuk menjual, menyewakan, ataupun memindahkan nama domain tersebut pada pihak penggugat selaku pemilik hak atau merek terdftar, maupun menjual pada pesaing dari pihak penggugat dengan sejumlah imbalan tertentu.
b)      Pihak pemegang nama domain dengan sengaja mendaftarkan suatu nama domain agar pihak penggugat, selaku pemilik hak atas merek  nama doamai, tidak dapat membuat nama domain sesuai dengan merek yang dimilikinya.
c)      Pihak pemegang nama domain telah didaftarkan suatu nama domain dengan tujuan untuk mengganggu saingan bisnis pihak ketiga.
d)     Pihak pemegang nama domain dengan sengaja telah berusaha untuk menarik perhatian khalayak dalam mencari keuntungan dalam merek nama domain yang telah didaftarkan dengan cara membuat bingung para pengguna intenet selaku konsumen dari merek tersebut.
Hak penggugat hanya terbatas pada proses pembatalan nama doman maupun pemindahan nama domain dari pihak pemegang nama domain kepada pihak ketiga. Berdasarkan putusan panel, provaider akan meberitaukan segala hasil putusan yang telah dikeluarkan oleh panel kepada pihak registrar yang selanjutnya akan dipublikasikan keseluruh jaringan internet.
Penyelesaian melalui mekanisme UDRP tidak menutup kemungkinan pada para pihak untuk tetap menyelesaikan sengketa melalui lembaga peradilan, dalam ketentuan Undang Undang ITE  kasus sengketa nama domain internet ditangani oleh pengadilan niaga.  Memang hal ini terkesan seperti dengan ketentuan pemeriksaan perkara HAKI khususnya merek. Walaupun dari awal ditegaskan bahwa nama domain intenet tidak dapat dipersamakan dengan merek, disisi lain pemilik merek yang sah memiliki hak untuk melindungi. Sedangkan dalam Undang Undang merek sendiri tidak ada pengaturan mengenai nama domain internet, Namun dalam Undang Undang ITE disebutkan bahwa pemilik  merek yang sah berhak melindunngi terhadap nama domain oleh pihak lain secara tidak berhak walau sampai saat ini belum ada peraturan pelaksanaan menganai penyelesaianya, maka dalam hal ini penulis mengambil kesimpulan bahwa selama belum ada ketentuan pelaksana yang diamanatkan Undang Undang ITE , maka penyelesaian  sengketa dengan dikembalikan dengan ketentuan yang ada dalam Undang Undang merek.
Jika terjadi penggunaan merek orang lain secara melawan hukum, maka pemilik merek sah dapat mengajukan pembatalan dan pengalihan Nama adomain tersebut, untuk mengajukan pembatalan atau pengalihan nama domain, maka pemohon harus memenuhi syarat sebagai berikut :
a)      Bukti bahwa penggugat memiliki hak yang sah atas merek yang terkait, melalui pendaftaran atau pemakai pertama. Tergantung pada sistem hukum yang berlaku dinegara mana gugatan akan dilakukan akan diajukan dari tanggal pendaftaran atau pemakaian merek di negara tersebut harus lebuh dulu dari tanggal pendaftaran nama domain tergugat.
b)      Nama domain ini memiliki persamaan keseluruhanya atau pada pokoknya (Identical of confusingly similar) dengan merek penggugat.
c)      Secara tanpa hak tergugat tidak Cuma sekedar mendaftarkan nama domain tersebut, tapi ia juga memakainya untuk memperdagangkan barang/jasa sejenis (catatan: dalam hal merek terkenal, unsur “barang/jasa sejenis”dapat dikesampingkan)
d)     Tergugat mendaftarkan dan memakai nama domain dengan itikat buruk.
Menurut ketentuan ACPA, pemilik merek dagang khusus (distinetif mark) atau merek terkenal (famous mark) bila inggin menggugat suatu nama domain maka ia harus.:
a)      Membuktikan bahwa pemegang  nama doamain  memilik etikat buruk dengan maksud mengambil keuntungan dari merek.
b)      Membuktikan bahwa pendaftar nama doamain, penjual, ataupun pengguna nama domain merugikan merek dagang
Berkaitan dengan ini, dalam kasus pemilik “distincitive mark” harus menunjukan bahwa memiliki persamaan keseluruhanya atau pada pokoknya (identical or confusingly similar) dengan merek yang lain, sedangkan dalam kasus “famous mark”, pemilik hanya membuktikan bahwa nama domain adalah hampir sama “(dilutive)” dengan nama marek yang sudah terkenal tersebut.
Berbicara tentang sengketa, selain penentuan rezim hukum yang diberlakukan, biasanya para pihak seringkali akan mempermasalahkan mengenai yuridiksi hukum mana yang akan berlaku untuk para pihak yang bersengketa. Sebenarnya permasalahan ini baru sangat relavan jika para pihak yang bersengketa adalah berbeda warga negara, namun sekiranya para pihak adalah sama kewarganegaraanya maka sepatutnya para pihak jangan coba melarikan diri dengan cara mempermasalahkan locus delicti dan tempus delich-nya. Hal ini adalah karena dengan keberadaan sistem internet yang bersifat ubiquotus tentunya yang sepatutnya dibicarakan bukanlah dimana lokasi terjadinya tindak pidana, melainkan kepentingan hukum bangsa mana yang terlanggar. Oleh karena itu sepatutnya pemerintah mampu mengupayakan penarikan pihak lain kedalam sistim hukum kita sekiranya ia melanggar kepentingan hukum bangsa kita.
Berkenaan dengan yurisdiksi, maka UDRP menyatakan bahwa Complainant dapat mengajukan keberatanya diwilayah hukum dimana registrar berada, atau dimana admin contact dari mana domain itu berada, atau diajukan kepada arbitrase yang sesuai dengan lokasi registrar  tersebut berada.
Secara universal, dalam hukum HAKI diakui bahwa apabila ada terjadi suatu pelanggaran, maka akan berlaku hukum dan yuridiksi dari negara dimana pelanggaran itu terjadi (asas “locus delicti commisi) namun mengigat canggihya teknologi informasi ini, segala indikasi berasal dari negara tertentu dalam ukuran waktu hanya beberapa detik saja dengan mudah dapat diakses oleh setiap pengguna internet dinegara negara lain, maka hal ini mempunyai implikasi hukum yang cukup pelik untuk menentukan “locus delicti
Hukum internasional dikenal 3 (tiga) jenis yuridiksi yaitu :
a.       Yurisdiksi untuk menetapkan undang undang (the jurisdiction to presribe)
b.      Yuridiksi untuk menegakan hokum (the jurisdiction to enforce)
c.       Yurisdiksi untuk menuntut (the jurisdiction to adjudicate)
Untuk menentukan yurisdiksi hukum yang berlaku dikenal beberapa asaa yang bisa digunakan (Tampubolon. 2003: 73)
a)         Subyektive territoriality, yaitu asas yang menentukan bahwa berlakunya hukum berdasarkan tempat dimana perbuatan dilakukan dan penyelesaian tidak pidananya dilakukan dinegara lain, pada umumnya asas ini digunakan untuk ketentuan hukum pidana.
b)        Obyektive teritoriality, yaitu asas perluasan dari asas Subyektive territoriality yang menentukan bahwa hukum yang berlaku adalah hukum dimana akibat utama perbuatan itu terjadi dan memberikan dampak yang merugikan bagi negara yang bersanggkutan.
c)         Nationality yaitu asas yurisdiksi berdasarkan kewarganegaraan, menentukan bahwa negara mempunyai yurisdiksi untuk menentukan hukum berdasarkan kewarganegaraan pelaku.
d)        Passive nationality, yaitu asas yurisdiksi berdasarkan kewarganegaraan korban, namun asas ini jarang digunakan, karena hukum negara asing dianggap tidak memadai untuk melindungi warga Negara pelaku.
e)         Protective yaitu asas yurisdiksi yang menentukan bahwa berlakunya hukum berdasarkan atas keinginan negara untuk melindungi kepentingan negara dan kejahatan yang dilakukan diluar wilayahnya. Asas ini pula digunakan apabila korban adalah negara atau pemerintah.
f)         Universality, disebut juga “universal interest juridistion yaitu asas ini menentukan bahwa setiap negara berhak untuk menangkap dan menghukum para pelaku pembajakan, asas ini kemudian diperluas sehingga mencakup pula kejahatan terhadap kemanusiaan (crime against hummanity) misalnay penyiksaan (genocide).











                                       BAB V
                   KESIMPULAN DAN SARAN

A.           Kesimpulan
1.         Nama domain memiliki keterkaitan yang sangat erat dengan merek tetapi perlu ditegaskan bahwa nama domain tidak dapat dikatagorikan sebagai sebuah merek, hal ini dikarenakan keduanya memiliki sistem dan syarat-syarat pendaftaran serta pengakuan eksistensi yang berbeda. Sistem nama domain dirancang untuk memenuhi kebutuhan praktek dalam berkomunikasi di internet agar lebih mudah diingat sehingga dibuat dalam bentuk deretan huruf bukan berupa deretan angka sedangkan merek eksistensinya adalah berfungsi sebagai daya pembeda dalam lingkup perdagangan dan industri perbedaan tersebut dalam pendaftaran nama domain berlaku universal yakni first come first server sedangkan dalam pendaftaran merek asas yang dianut adalah first to file principle dan ada yang menganut first to user principle.
2.      Undang-Undang merek secara eksplisit tidak memuat pengaturan mengenai perlindungan terhadap penggunaan merek dalam nama domain internet, sehingga sebagai konsekuensi asas legalitas maka akan sulit jika undang-undang merek kemudian diterapkan dalam sengketa nama domain internet , disisi lain hak milik yang sah untuk dilindungi adalah satu keharusan, setelah lahirnya undang-undang No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik. Penggunaan  merek orang lain tanpa hak dalam nama domain dilarang sebagai mana diatur dalam pasal 23 (2) namun sampai saat ini pengaturan lebih lanjut yang diamanatkan pasal 24 (4) UU ITE belum ada sehingga penulis mengambil kesimpulan  bahwa sebelum pengaturan tersebut lahir maka  pengaturanya dikembalikan ke Undang-Undang Merek . Adapun mengenai penyelesaian sengketa nama domain diatur oleh ICANN, mekanisme penyelesaian sengketa digariskan oleh ICANN dikembalikan kepada para pihak itu sendiri untuk menempuh alternatif penyelesaian sengketa yang dipilih yakni  dapat diselesaikan dengan musyawarah untuk mufakat,   mekanisme peradilan umum atau arbitrase yang di-approved oleh ICANN’s atau lembaga-lembaga pengambilan keputusan keadilan lain yang dikenal  secara hukukm.
B.     Saran
Berdasarkan temuan masalah yang penulis dapatkan, penulis mengajukan beberapa saran yaitu :
1.      Meningkatkan pemahaman serta keahlian hukum cyberspace bagi para penegak hukum yang termasuk dalam catur wangsa, dan ini tidak terbatas pada hakim, jaksa, dan polisi yang seringterhalang birokrasi dalam peningkatan kemampuanya, tetapi juga  bagi para pengacara untuk mengantisipasi perkembangan teknologi agar penanganan kasus dibidang domain internet ini tidak terbangkalai.
2.      Perlu diupayakan peningkatan kesadaran hukum bagi komunitas pengguna internet itu sendiri untuk memenuhi  rambu rambu etika dan hukum yang senantiasa harus didasarkan pada  “etikat baik “ oleh karena itu, pemahaman terhadap aspek-aspek hukum yang berkaitan dengan nama domain itu perlu disosialisasikan kepada masyarakat pengguna internet khususya pada registrasi / pendaftaran nama domain internet  sehingga tidak melanggar hak hak orang lain.
3.      Membentuk lembaga khusus hak milik pemerintah maupun NGO (Non Goverment Organization) sebagai upaya penanggulangan kejahatan  internet yang nantinya diharapkan dapat memberikan informasi tentang cybercrime, melakukan sosialisasi secara intensif kepada masyarakat, serta melakukan riset-riset khusus dalam penanggulangan cybercrime.














DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Ramli, 2004. Cyber law dan HAKI dalam sistem hukum Indonesia. PT,                 Refika Aditama. Bandung.
Djumhana, Muhammad. 1997. Hak Milik Intelektual : sejarah, teori dan prakteknya di Indinesia. Citra Aditya Bakti. Bandung.
Keraf, Sony, 1997. Hukum Kodrad dan Teori Hak Milik. Konisius. Yogyakarta
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Macpherson, C-B. 1989. Pemikiran Dasar Tentang Hak Milik. Yayasan LBH Jakarta. Jakarta
Margono, Suyud. 2002. Pembaharuan Perlindungan Merek. Novindo Pustaka Mandiri. Jakarta
PP No. 24 Tahun 1993 tentang kelas barang atau jasa dalam pendaftaran merek
Pound, Roscoe. 1982. Pengantar Filsafat Hukum. Bhrata Karya Aksara. Jakarta
Purbacaraka, Purwadi. 1982. Hak Milik Keadilan dan Kemakmuran Tinjauan Filsafat Hukum. Ghalia Indonesia. Jakarta
Riswandi, Budi agus. 2006. Hukum Syberspace Indonesia. Gita Nagart. Yogyakarta
Subartua, Tampubolon. 2003. Aspek Hukum Nama Domain di Internet. Tata Nusa. Jakarta
Sih yuliana wahyuningtyas. Diskursus tentang merek dan domain name : batasan ruang lingkup dan aturan main yang berlaku di Indonesia. Jurnal Hukum Bisnis, vol 24 No.1 2005. Hal 69.
Sof wan, Sri Soedewi. 1981. Hukum Perdata : Hukum Benda. Lyberty. Yogyakarta
Sumaryono, Euganius. 2002. Etika dan Hukum : Relavansi Teori Hukum kodrad Thomas Aguinas. Konisius. Yogyakarta.
UU RI No. 11 Tahun 2008 tentang ITC
UU RI No.15 Tahun 2001. Tentang Merek
http://www.72legalogic.wordprees.  diakkses pada 2 januari 20011, pukul 10:30 WIB
http://www.ippm.unair.co.id. Diakses pada tanggal 4 januari 2011, pukul 12:10 WIB
http://www.namadomain.com. Diakses pada tanggal 10 januari 2011. Pukul 23:45 WIB





Tidak ada komentar:

Posting Komentar